
Waste4Change sedang membangun ekonomi sirkular di Indonesia
Bahkan TPA terbesar di Indonesia sudah mencapai (atau mendekati) kapasitasnya, dan pemerintah telah menetapkan target ambisius pengurangan sampah sebesar 30% pada tahun 2025. Waste4Change adalah salah satu perusahaan yang ingin membantu dengan meningkatkan tingkat daur ulang dan memungkinkan pengelolaan sampah yang lebih baik. . Startup, yang saat ini mengelola lebih dari 8.000 ton limbah setiap tahun, hari ini mengumumkan bahwa mereka telah mengumpulkan $5 juta dalam pendanaan Seri A, yang dipimpin bersama oleh AC Ventures dan PT Barito Mitra Investama.
Peserta lain dalam putaran tersebut antara lain Basra Corporation, Paloma Capital, PT Delapan Satu Investa, Living Lab Ventures, SMDV dan Urban Gateway Fund. Didirikan pada tahun 2014, Waste4Change telah melihat CAGR sebesar 55,1% sejak 2017, dan hadir di 21 kota di Indonesia, di mana layanannya saat ini digunakan oleh sekitar 100 klien B2B dan lebih dari 3.500 rumah tangga.
Waste4Change diciptakan oleh pendiri dan CEO Mohamad Bijaksana Junerosano berdasarkan percakapan antara PT Greeneration Indonesia, sebuah LSM, dan organisasi pengelolaan sampah PT Bumi Lestari Bali (ecoBali) untuk membentuk perusahaan yang mengurangi jumlah sampah yang berakhir di tempat pembuangan sampah. Junerosano adalah seorang insinyur lingkungan dengan pelatihan dan menghabiskan 16 tahun bekerja di sektor limbah padat.
Junerosano mengatakan bahwa peluang besar diciptakan oleh tingkat daur ulang yang rendah di Indonesia (sekitar 11% hingga 12%), yang berarti ada banyak bahan daur ulang berharga yang tertinggal.
“Pengurangan limbah adalah prioritas utama, diikuti dengan optimalisasi material dan daur ulang yang mendukung konsep ekonomi sirkular yang sesungguhnya,” katanya kepada TechCrunch.
Waste4Change akan menggunakan pendanaan barunya untuk ekspansi dan peningkatan kapasitas pengelolaan sampah hingga 100 ton per hari selama 18 bulan ke depan, dengan target mencapai lebih dari 2.000 ton per hari selama lima tahun ke depan.

Tim Waste4Change. Kredit Gambar: Waste4Change
Junerosano mengatakan Waste4Change berbeda dari solusi pengelolaan sampah tradisional dengan menyediakan solusi end-to-end, dengan fokus pada keberlanjutan dan nol sampah. Bagian dari strateginya mencakup lebih banyak integrasi digital untuk memantau dan merekam proses pengelolaan limbah dan mengotomatiskan fasilitas pemulihan materialnya.
“Kami melihat integrasi digital sebagai alat yang berharga untuk membangun ekosistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan,” katanya. “Tujuannya selalu untuk menciptakan keharmonisan antara lingkungan, ekonomi dan masyarakat.” Strategi integrasi digital Waste4Change tahun ini dan tahun depan termasuk meningkatkan laporan dan pemantauan perjalanan limbahnya, yang diterima pelanggan setelah sampah mereka diproses.
Untuk menggunakan Waste4Change, pelanggan dapat meminta tim penjemput untuk mengumpulkan sampah yang sudah disortir atau membuangnya sendiri. Perusahaan saat ini memiliki 108 karyawan dan 141 operator pengelolaan sampah, dengan rencana untuk menambah 52 orang lagi ke timnya dan bekerja dengan 300 pemulung dan UKM informal. Pemulung informal meliputi pemulung, bank sampah, warung sampah, dan pengepul sampah.
Untuk mitra bisnis daur ulang, termasuk pengumpul sampah informal, Waste4Change sedang membangun platform untuk membantu mereka menjual dan membeli sampah dengan perusahaan. Tujuannya adalah meningkatkan ketertelusuran dan akurasi proses pengelolaan sampah. Ia juga sedang mengerjakan program Send Your Waste, di mana konsumen dapat mengirimkan sampah ke titik penjemputan Waste4Change. Sebuah aplikasi memberi tahu mereka jenis sampah apa yang harus dikirim, di mana titik penjemputan terdekat dan jenis hadiah apa yang dapat mereka terima.
Junerosano mengatakan pemulung informal cenderung selektif dalam memilih bahan yang mereka kumpulkan, memilih botol PET, gelas dan kardus. Tapi ini berarti bahan yang kurang diminati seperti plastik PP, kemasan multilayer dan styrofoam sering tertinggal, sehingga mencemari lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, Waste4Change telah meluncurkan layanan bernama Waste Credit, yang memberikan insentif untuk pengambilan bahan tertentu, dan juga memudahkan pemulung untuk membangun bisnis ini.
“Mengingat peran penting sektor informal dalam meningkatkan tingkat daur ulang di Indonesia, kami bertujuan untuk membangun platform daur ulang sampah yang akan menjaga sistem ini tetap berkelanjutan,” ujarnya. “Kami sangat senang untuk mewujudkannya melalui usaha patungan atau operasi bersama dengan pemangku kepentingan industri lainnya, termasuk mereka yang berada di sektor informal dan tempat penyimpanan sementara sampah Reduce, Reuse, Recycle (3R) lokal.”
Dalam pernyataannya, Founding Partner AC Ventures, Pandu Sjahrir mengatakan, “Waste4Change adalah pionir yang menyediakan solusi pengelolaan sampah end-to-end. Keberlanjutan adalah fokus utama tim, dengan komitmen nyata untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih baik. Perusahaan membuktikan bahwa mereka telah mencapai kecocokan pasar produk dan memiliki potensi untuk berkembang di seluruh negara.”